POWER DRESSING DRAMA



  • Kemewahan megah gemerlap menyelimuti kota Paris di era awal tahun 1910an. Kota ini tak pernah tidur, gaya hidup dan dekadensi merebak sampai ke titik yang paling maksimal. Masa yang disebut sebagai Belle Epoque dan juga Golden Age ini adalah masa puncak kemeriahan seni, literatur, musik, teater, dan seni rupa yang melanda kaum borjuis, kalangan yang disebut juga dengan Tout-Paris (All of Paris). Dinamika hidup mewah ini tentu diikuti dengan cara berpakaian warga kota terutama kaum perempuannya. Rumah-rumah mode bermunculan untuk memenuhi kebutuhan tampil fashionable yang membludak. Rumah mode Callot Seurs, Chanel, Madeleine Vionnet, Maison Grampayre, dan Paul Poiret, menciptakan gaun-gaun yang sangat mengandalkan penggunaan kain-kain mewah dan glamor, demi mengimbangi pesta-pesta di kota Paris yang semakin malam semakin bertabur keriaan.

                Di masa ini muncul istilah haute couture, suatu proses pembuatan pakaian secara inggil dan hanya dibuat satu saja. Masih belum cukup, haute couture melebar ke permintaan atas penggunaan feathers dan furs dari hewan-hewan perburuan yang mahal. Café Maxim, restoran paling glamor di Paris, Café de Paris, dan tempat cabaret Moulin Rouge, padat dipenuhi pebisnis sukses, orang kaya baru (nouveau-riches), expatriate, yang necis dan perempuan-perempuan berbalut haute couture.

                Di tengah-tengah kemeriahan tersebut tiba-tiba, tanggal 3 Agustus 1914, Jerman mendeklarasikan perang terhadap Prancis. Tentara-tentara Hitler masuk Paris, tank-tank berat melindas apa saja sesuka hati, pesawat-pesawat pembom berterbangan mengintai titik-titik penting kota. Semua orang tersentak dari kemewahan yang selama ini sudah mendarah daging. Orang-orang kaya dari berbagai negara atau yang menetap di Paris yang setiap hari menikmati Joie de vivre (joy of living) langsung hengkang meninggalkan Paris tanpa keinginan untuk kembali lagi. Pesta-pesta mendadak lenyap.



    Perputaran ekonomi melemah, warga Paris berpikir ratusan kali untuk mengeluarkan uang untuk pesta dan gaya hidup, apalagi untuk membeli baju-baju mewah, hal-hal boros harus segera dihindari. Pemandangan sehari-hari lebih banyak didominasi rombongan tentara Jerman yang hilir mudik dengan senjata, dan tentu saja suara-suara ledakan dari muntahan pesawat-pesawat pembom yang membuat ciut siapa pun.


    Gianfranco Ferre


    Kemewahan megah gemerlap menyelimuti kota Paris di era awal tahun 1910an. Kota ini tak pernah tidur, gaya hidup dan dekadensi merebak sampai ke titik yang paling maksimal. Masa yang disebut sebagai Belle Epoque dan juga Golden Age ini adalah masa puncak kemeriahan seni, literatur, musik, teater, dan seni rupa yang melanda kaum borjuis, kalangan yang disebut juga dengan Tout-Paris (All of Paris). Dinamika hidup mewah ini tentu diikuti dengan cara berpakaian warga kota terutama kaum perempuannya. Rumah-rumah mode bermunculan untuk memenuhi kebutuhan tampil fashionable yang membludak. Rumah mode Callot Seurs, Chanel, Madeleine Vionnet, Maison Grampayre, dan Paul Poiret, menciptakan gaun-gaun yang sangat mengandalkan penggunaan kain-kain mewah dan glamor, demi mengimbangi pesta-pesta di kota Paris yang semakin malam semakin bertabur keriaan.



    Comes de Garcons


    Di masa ini muncul istilah haute couture, suatu proses pembuatan pakaian secara inggil dan hanya dibuat satu saja. Masih belum cukup, haute couture melebar ke permintaan atas penggunaan feathers dan furs dari hewan-hewan perburuan yang mahal. Café Maxim, restoran paling glamor di Paris, Café de Paris, dan tempat cabaret Moulin Rouge, padat dipenuhi pebisnis sukses, orang kaya baru (nouveau-riches), expatriate, yang necis dan perempuan-perempuan berbalut haute couture



    Chanel


    Di tengah-tengah kemeriahan tersebut tiba-tiba, tanggal 3 Agustus 1914, Jerman mendeklarasikan perang terhadap Prancis. Tentara-tentara Hitler masuk Paris, tank-tank berat melindas apa saja sesuka hati, pesawat-pesawat pembom berterbangan mengintai titik-titik penting kota. Semua orang tersentak dari kemewahan yang selama ini sudah mendarah daging. Orang-orang kaya dari berbagai negara atau yang menetap di Paris yang setiap hari menikmati Joie de vivre (joy of living) langsung hengkang meninggalkan Paris tanpa keinginan untuk kembali lagi. Pesta-pesta mendadak lenyap.



    Hermes


    Perputaran ekonomi melemah, warga Paris berpikir ratusan kali untuk mengeluarkan uang untuk pesta dan gaya hidup, apalagi untuk membeli baju-baju mewah, hal-hal boros harus segera dihindari. Pemandangan sehari-hari lebih banyak didominasi rombongan tentara Jerman yang hilir mudik dengan senjata, dan tentu saja suara-suara ledakan dari muntahan pesawat-pesawat pembom yang membuat ciut siapa pun.



    Chloe




    Burberry Porsum


    AWAL POWER DRESSING

                Namun, yang namanya Paris, sesusah-susahnya kehidupan, penampilan haruslah tetap terjaga. Coco Chanel sangat mengerti dengan keadaan ini, ia melakukan sedikit uji coba dengan menggambar sebuah ilustrasi gaya berpakaian yang baru, gaya berpakaian yang dipengaruhi seragam militer, berupa setelan warna krem bersaku tempel empat dan rok pleats sebetis. Ilustrasi ini diterbitkan oleh Les Elégances Parisiennes tahun 1916. Tentu saja ide Coco Chanel ini langsung jadi perbincangan, gaya berpakaian seperti elemen pakaian lelaki apa mungkin? Dan yang paling membuat tercengang, setelan itu terbuat dari bahan jersey, bahan yang membuat ‘alergi’ kaum jet set, bahan yang tidak ada kesan glamor sama sekali.



    Carven


    Tapi ternyata peminat rancangan Chanel ini sangat banyak sehingga Chanel segera mewujudkan ilustrasinya tersebut menjadi pakaian yang siap dijual. Desain baru dan dianggap modern dengan harga yang terjangkau. Tanpa disadari inilah titik awal lahirnya gaya berpakaian power dressing, gaya yang membuat perempuan tidak lagi seperti karya seni berjalan, gaya yang menampilkan sisi maskulin, dinamis, dan powerful. Dari setelan ini Coco Chanel melangkah lagi dengan menciptakan little black dress dan little black jacket yang sangat bersejarah dalam dunia fashion sampai saat ini. Rancangannya ini tak lekang waktu, tahan tren, bisa tetap stylish walau dipakai berulang-ulang dalam masa perang yang berkecamuk dimana setiap perempuan harus berhemat.



    Balenciaga


    Perancang haute couture, Paul Poiret, sangat terkejut-kejut dengan ulah Coco Chanel ini, standar kemewahan yang sudah ia tancapkan jadi porak poranda karena ide-ide Chanel. Pada satu kesempatan di jalan kota Paris, Paul Poiret berpapasan dengan Coco Chanel yang sedang memakai setelan serba hitam yang paling gres.

     “Who are you in mourning for, Mademoiselle?” Sindir Paul begitu melihat pakaian Chanel yang murni hitam tanpa warna menyala.

     “For you, Monsieur!” jawab Chanel pendek dan sinis, sebagai pertanda bisnis Paul Poiret akan segera mati.



    Chanel


    Perbincangan singkat Paul Poiret dan Coco Chanel ini sangat terkenal dan begitu mewarnai sejarah fashion. Sejak itu Coco Chanel tak terbendung lagi, ia semakin mengeksplorasi segala elemen pakaian lelaki untuk diimpor ke dalam ranah pakaian perempuan, dari mulai celana panjang, outer wear berkerah kelasi dari angkatan laut sampai jas-jas Duke of Westminster dari Inggris. Untungnya ada saja majalah fashion di Amerika yang ‘tergila-gila’ dengan Coco Chanel, sehingga setiap kreasi Coco Chanel langsung hits di kalangan elit (masa itu, hanya kaum elit yang mampu membeli majalah).



    Trussardi


    PERKEMBANGAN POWER DRESSING

                Apa sebenarnya power dressing ini sehingga Coco Chanel sangat dihormati di industri fashion? Power dressing adalah gaya yang membuat pemakainya terlihat berwibawa, authoritative, terlihat mampu memimpin sesuatu. Gaya ini banyak terlihat dipakai kaum perempuan dalam kesibukan bisnis dan berkarier politik. Namun perkembangannya kini semakin melunak, banyak fashion designer yang berusaha membuat power dressing lebih menarik, dan bahkan melebar sampai ke bentuk-bentuk avant garde



    Chloe


    Label besar semacam Balenciaga, Burberry, Chanel, dan Dior selalu menyertakan power dressing di dalam setiap koleksi mereka, tak akan pernah dihilangkan karena ini gaya berpakaian penting yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup perempuan modern. Sementara label semacam Chloe, Commes des Garcons, dan Stella McCartney, tak pernah berhenti mengembangkan bentuk-bentuk edgy dari Power Dressing, tentu ini bagus untuk meramaikan pilihan perempuan dalam berpakaian.

     

    FOTO BERBAGAI SUMBER





 

Related Articles

Advertisement - Continue Reading Below