Mengalami Toxic Positivity, Ini Yang Harus Kamu Lakukan


  • Toxic positivity bisa didapat dari siapa saja, termasuk orang terdekat ini. Segera sadari agar kamu bisa terlepas dari beban mental. (Foto: Dok. NEOSiAM 2020/Pexels)



    Kita akan selalu bersinggungan dengan toxic positivity, khususnya dari orang-orang terdekat. Tak perlu khawatir, tetap hadapi dengan cara-cara berikut ini.


    Merasakan semua emosi yang ada

    Menurut Syazka Narindra, psikolog dari Patron Research Association, jangan membohongi diri. Kenali semua emosi yang muncul dan cari tahu perasaan kita setelahnya. Menangislah jika ingin menangis. Perasaan negatif tak selamanya buruk, malah ini bisa jadi cara untuk jujur pada diri sendiri atas apa yang dirasakan, baik sedih, kecewa, atau marah. Dengan begitu, kita bisa lebih tahu bagaimana merespon perasaan dan keadaan saat itu sehingga kita sadar bantuan seperti apa yang dibutuhkan demi menjaga kesehatan mental.



    (Ilustrasi menyalahkan diri sendiri. Foto: Dok. Tess Emily/Pexels)

    Berhenti menyalahkan diri sendiri

    Kita cenderung mencari kambing hitam saat dirundung masalah dan biasanya diri sendiri yang jadi sasarannya. Segera hilangkan kebiasaan ini, karena omongan seperti “Saya salah” atau “Seharusnya saya tidak melakukan itu”, justru akan tertanam di alam bawah sadar sehingga setiap ada masalah baru, kita seolah terprogram untuk menyalahi diri sendiri. Berikan pemahaman bahwa manusia tidak ada yang sempurna. It’s okay to be wrong or to fail. 


    Menyadari hidup tak selalu bahagia

    Media sosial, khususnya Instagram, memang berkontribusi terhadap rasa cemas yang kita alami. Setiap unggahan gambar atau story seolah menunjukkan kebahagiaan non-stop. Ingatkan pada diri bahwa konten di media sosial hanya sebatas personal branding. Kita tak diwajibkan untuk selalu merasa bahagia dan positif. Rasa sedih dan tidak bahagia sangatlah wajar. Kenali perlahan dan mungkin saja, kita bisa mulai berdamai dengan diri.



    (Ilustrasi karakter palsu. Foto: Dok. Adrienn/Pexels)

    Buang karakter palsu

    Tanyakan pada diri sendiri, seperti apa karakter kita di tempat umum, misalnya kantor? Kalau kita terbiasa menampilkan karakter palsu atau ‘topeng’, ini bisa jadi bibit toxic positivity. Terlalu keras berusaha menampilkan karakter yang berbeda dari kepribadian kita terasa sangat melelahkan. Ada baiknya untuk segera menanggalkan itu semua dan rasakan segala emosi yang ada untuk pribadi yang lebih sehat.


    Menulis

    Ini jadi salah satu cara paling ampuh untuk menghindari toxic positivity. Menulis atau journaling bisa jadi checkpoint antara emosi kita dan situasi di luar. Kalau ada masalah atau sesuatu yang mengganggu pikiran, menulis bisa jadi alternatif meditasi baru untuk mengungkapkan segala unek-unek.



    (Yang harus dilakukan agar tak jadi sumber positivity. Foto: Dok. Andrea/Pexels)


    Jika kamu yang jadi sumber toxic positivity, lakukan ini


    Mungkin kita tak pernah mengalami langsung toxic positivity, tapi justru kitalah yang jadi sumber racun bagi orang-orang terdekat. Cara terbaik adalah dengan berusaha mendengarkan dengan sepenuh hati. “Dengarkan karena peduli, bukan hanya untuk gosip. Kalau memang tak peduli, jangan memaksakan diri,” jelas Syazka.


    Saat seorang teman sedang curhat, jadilah pendengar yang baik dan validasi perasaannya saat itu. Kita bisa ucapkan, “Iya, aku mengerti”, “Wajar kok kamu merasa begitu”, “Aku tidak menyalahkanmu”, lalu biarkan mereka mengutarakan seluruh isi hatinya. Jika mereka ingin menangis atau bahkan mengumpat, biarkan saja.


    Setelah mereka terlihat lebih tenang, tanya apa yang mereka butuhkan. Apakah mereka memang ingin solusi atau sekadar tempat bercerita? Lalu diskusikan bersama. Ingat, jangan paksakan keinginan kita pada orang lain karena belum tentu mereka punya sudut pandang yang sama. Beban kita adalah melihat orang lain mengangkat bebannya sendiri.